Janda Berangkat Haji Dalam Masa Iddah


Janda Berangkat Haji Dalam Masa Iddah

Pertanyaan:

Orang tua saya dijadwalkan berangkat haji pada tahun ini. Namun, Allah berkehendak lain,  ayah saya meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Sebagai istri yang ditinggal suami, tentunya ibu saya harus menjalani masa iddah selama 4 bulan 10 hari. Saya pernah mendengar bahwa wanita yang sedang berada di masa iddah tidak dibolehkan berangkat haji. Benarkah demikian?



Jawaban:


Innalillah Wa Innailaihi Rajiun. Semoga Allah terima segala amal ibadah almarhum, memberikannya ampunan terhadap dosa-dosa yang pernah dilakukan dan menguatkan hati orang-orang yang ditinggalkan dengan kesabaran.

Persoalan hukum melaksanakan haji bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah disebabkan suaminya meninggal dunia telah dibahas ulama sejak dahulu. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyat al-Kuwaitiyyah, jilid. 29, halaman 352 disebutkan:



ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ خُرُوجُ الْمُعْتَدَّةِ مِنْ وَفَاةٍ إِلَى الْحَجِّ، لأِنَّ الْحَجَّ لاَ يَفُوتُ، وَالْعِدَّةُ تَفُوتُ



Mayoritas ulama madzhab Hanafi, maliki, syafi’I dan hanbali berpendapat bahwa wanita yang dalam masa iddah disebabkan suaminya wafat tidak boleh keluar dari rumahnya untuk melaksanakan haji, karena haji tidak berlalu sementara iddah itu berlalu. [1] 


Pendapat ini berpijak pada persoalan tidak bolehnya wanita yang sedang menjalani iddah untuk keluar dari rumahnya kecuali untuk hal-hal yang darurat. Haji tidak dimasukkan dalam kategori darurat, karena masih dapat dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, ada riwayat dari Sa’id bin al-Musayyib berkata, “wafat para suami saat istri istri mereka melaksanakan haji atau umrah. Umar mengembalikan mereka dari Dzul Hulaifah agar mereka menjalani iddah di rumah- rumah mereka”.


Namun, Sebagian ulama saat ini memandang bahwa kondisi dahulu berbeda dengan saat ini. Dahulu, orang dapat berangkat haji kapanpun mereka kehendaki, sedangkan saat ini ada ketententuan-ketentuan berbeda dari setiap negara. Oleh karena itu Syeikh Athiyah Saqar dalam kitabnya Mausu’ah Ahasan al-Kalam, jilid 4, ahlaman 714 membolehkannya untuk haji wajib. Pijakannya adalah pendapat Imam Dawud azh-Zhahiri membolehkan wanita yang sedang di masa iddah untuk melakukan perjalanan berdasarkan hadis Aisyah bahwsanya ia keluar dengan saudarinya ummu Kaltsum saat Thalhah terbunuh. Ia keluar dengannya ke Mekkah untuk melakukan Umrah. Imam Dawud berkata bahwa yang diperintahkan bagi wanitta di masa iddah adalah menjalani masa iddahnya bukan menetap di rumah.

 

 



[1]Maksud dari kalimat terakhir adalah bahwa haji apabila tidak dilaksanakan pada tahun ini, maka ia dapat dilaksanakan pada tahun selanjutnya, sedangkan kewajiban menjalani masa iddah itu 4 bulan 10 hari dimulai dari sejak suaminya meninggal dunia, tidak dapat diganti dengan hari lainnya. 

Post a Comment

Previous Post Next Post