PROF. DR. ABDUL MUHDI ABDUL QADIR ABDUL HADI

         Nama lengkapnya sebagaimana tercantuk dalam karya karyanya adalah Prof.Dr. Abdul Muhdi Abdul Qadir Abdul Hadis. beliau adalah salah satu dosen di universitas al-Azhar Kairo, fakultas usuluddin dan ketua prodi hadis dan ilmu hadis. Menyelesaikan pendidikan strata satu di fakultas universitas al-Azhar fakultas usuluddin prodi tafsir dan hadis pada tahun 1973. Pendidikan strata dua(majister) diselesaikan di kampus dan fakultas yang sama pada tahun 1975.  Pendidikan strata tiga(doktor) selesai pada tahun 1978. Beliau pernah menjadi dosen di Universitas  Imam Muhammad Sa’ud dan aktif menjadi dosen di prodi hadis fakultas usuluddin universitas al-Azhar sampai meninngal dunia pdaa tanggal 16 Agustus tahun 2017. Selain itu beliau juga  adalah anggota dari al-Lajnah al-Ilmiyyah bi Jāmi’ah al-Azhar, anggota al-Majlis al-A’lā li asy-Syu’ūn al-Islamiyyah, dan wakil umum al-jam’iyyah asy-Syar’iyyah.

KONTRIBUSI

            Kontribusi Abd al-Mudhdi dapat dilihat dari karya-karyanya yang cukup lengkap dalam bidang hadis. Kontribusi itu dapat diklasifikasikan dalam berbeapa bagian seperti yang diuraikan berikut ini:

Jam’u al-Hādis

            Arti dari kalimat di atas  adalah menghimpun hadis. Maksudnya menghimpun hadis-hadis  dalam kitab yang kemudian dikenal dengan sebutan  kitab hadis. Ulama hadis mengklasifikan kitab hadis menjadi dua jenis. Pertama kitab hadis aṣli(primer) yaitu kitab hadis yang disusun oleh ulama untuk menghimpun hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah diperoleh melalui sanad. Kedua kitab hadis far’i (skunder) yaitu kitab yang disusun oleh ulama untuk menghimpun hadis-hadis yang bersumber dari Rasulullah yang tidak diperoleh melalui sanad melainkan dikutip dari kitab primer yang telah ada.[3]

            Abd al-Muhdi melakukan penghimpunan hadis jenis kedua, yaitu menghimpun hadis hadis tentang mukjizat-mukjizat Rasulullah yang tampak di zaman ini terdiri dari tiga jilid dinamakan dengan Aḥādīṡu Mu’jizāt ar-Rasūl Sallā Allahu ‘Alaihi Wa Sallam Allati Ẓaharat fi Zamāninā.. Jilid pertama tentang Islam berisikan tiga belas pembahasan, jilid kedua tentang umat Islam berisikan tiga belas pembahasan  dan jilid ketiga bagian al-fitan(fitnah-fitnah) berisikan tiga belas pembahasan.

            Setiap hadis yang ada pada tiap judul disyarah oleh Abdul Muhdi dengan sangat luas.  Pertama beliau menjelaskan makna hadis dengan mendatangkan matan hadis yang mirip untuk memperjelas maknanya dan juga menghubungkannya dengan ayat al-Qur’an. Kedua beliau menguraikan biografi sahabat yang meriwayatkan hadis dirujuk langsung dari kitab-kitab rijāl al-hadīṡ seperti al-Iṣābah fi Tamyīz aṣ-Ṣāḥabah. Ketiga beliau menyarah hadis dengan sangat luas dan mengaitkannya dengan konteks kekinian. Di bagian akhir, beliau memunculkan bentuk kei’jazan hadis tersebut dengan sangat baik.

Ilmu Takhrij Hadis

            Ilmu takhrij hadis adalah ilmu yang membahas  tentang tata cara menelusuri hadis dari sumber-sumber primernya.[4] Banyak buku yang membahas ilmu ini seperti Ṭuruq Takhrīj Ḥadīṡ Rasūli Allah Sallā Allahu ‘Alaihi Wa Sallam karya Prof. Dr. Abdul Muhdi Abdul Qadir Abdul Hadi, Uṣūl at-Takhrīj Wa Dirāsah al-Asānid karya Dr. Mahmud Tahhan, Miftāh al-Mubtadi’īn fi Takhrīj Hadīṡ Khatami al-Anbiyā’ karya Prof.Dr. Riḍā Zakariyyā, Ilmu Takhrīj al-Hadīṡ  karya Dr. Muhammad Mahmud Bakkār dan lainnya.

Abdul Muhdi adalah orang yang pertama menyusun ilmu takhrij hadis.[5] Di awal kitabnya, beliau menjelaskan bahwa dahulu ilmu takhrij didapatkan dari guru-guru dengan cara mendengar. Belum ada buku-buku dalam bidang ini. Saat mempelajari ilmu ini, ia ingin membaca sebuah buku, akan tetapi tidak ditemukan. Ketika belajar di kuliah strata dua ia bertanya kepada salah seorang guru tentang buku takhrij, gurunya menjawab bahwa ilmu sulit untuk disusun. Ia  pun merasa heran dan berkeyakinan bahwa setiap apa yang bisa diucapkan pasti bisa dituliskan. Dari pada itu, ia menulis sebagian dari judul judul dari ilmu ini yang membuat guru-gurunya kagum dan memujinya. Inilah yang mendorongnya untuk menyusun kitab ini.[6]

Abdul Muhdi meletakkan lima cara untuk melakukan takhrij hadis. Ragam cara takhrij hadis ini lahir disebabkan ragam cara ulama dalam menyusun kitab-kitab hadis. Setiap cara ada kitab-kitab takhrij khusus yang dapat diigunakan. Lima cara yang dimaksudkan itu adalah (1) takhrij hadis berdasarkan kata pertama dalam matan hadis berdasarkan susunan huruf, (2) takhrij hadis berdasarkan salah satu kata yang terkandung dalam matan hadis, (3) takhrij hadis berdasarkan perawi yang paling atas pada sanad hadis, (4) takhrij hadis berdasarkan tema,  dan (5) takhrij hadis berdasarkan sifat yang ada pada hadis seperti hadis mutawatir dan hadis palsu[7]

Selain itu, beliau memandang bahwa perkataa sahabat dan perkataan tabiin adalah pemahaman mereka terhadap al-Qur’an dan sunnah. Para ahli tafsir dan ahli hadis merujuk kepada mereka. Para fuqaha dan ahli usul berhujah dengan pendapat mereka. Para da’I mengambil faidah dari hikmah hikmah mereka. [8]Maka untuk memudahkan menelusuri perkataan-perkataa mereka, Abd al-Muhdi menyusun kitab dinamai dengan Thuruq Takhrij Aqwal ash-Shahabah wa at-tab’in wa at-Takhrij bi al-Kumbiyutar. 

Ilmu Jarah dan Takdil

            Ilmu Jarah dan Takdil adalah ilmu yang membahas tentang keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya riwayat mereka.[9] Untuk mengetahui keadaan itu, maka dilakukanlah jarh yaitu menilai seorang perawi dengan sifat baik sehingga riwayatnya diterima dan ta’dil yaitu menilai seorang perawi dengan sifat yang buruk sehingga riwayatnya ditolak.

            Ulama-ulama terdahulu membahas jarah wa takdil ini bersamaan dengan dengan pembahasan-pembahasan lainnya di dalam ilmu hadis. Abd al-Muhdi membahasnya dengan mudah dan teratur  dalam satu kitab khusus yang dinamai dengan Ilmu al-Jarḥ wa at—Ta’dīl: Qawā’iduḥu wa Aimmatuḥu (ilmu jarh wa takdil: kaidah-kaidahnya dan tokoh-tokohnya). Pada mukkadimah kitab beliau berkata: ilmu jarrah dan takdil adalah ilmu yang memberitahu kita tentang keadaan  para perawi,  keadaan sanad dan keadaan hadis. Ia adalah ilmu yang dalam dijadikan Allah sebagai keistimewaan umat Islam.[10]

            Pada bagian pertama, ia membahas dasar-dasar ilmu jarah wa takdil, kaidah-kadaiah yang dapat diterapkan khususnya apabila terjadi kontradiktif dalam penilaian baik jarah maupun takdil dan kitab-kitab yang dapat digunakan dalam menerapkan ilmu jarah dan takdil. Pada bagian kedua beliau membahas tentang biogfrafi ulama jarahdan takdil sebanyak dua puluh ulama, di antara mereka adalah Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin uyainah, Abu Zur’ah ar-Razi, Abu Hatim ar-Razi dan Yahya bin Ma’in.

Metodologi Penelitian Hadis

            Tujuan dari ilmu hadis adalah dapat memberikan penilaian terhadap kualitas hadis.[11] Akan tetapi orang yang hanya mempelajari istilah –istilah yang ada di dalam ilmu hadis belum tentu mmilah antara hadis sahih dan daif. Faktornya adalah karena tidak memahami langkah-langkah yang harus dijalankan dalam penelitaian hadis. Abdul Muhdi menghadirkan satu buku terdiri dari dua jilid untuk menjadi peta kerja bagi orang yang meneliti hadis yaitu Thuruq al-Hukmi ‘Ala al-Hadits bi ash-0Shihhah wa adh-Dha’fi.

            Abdul Muhdi mengklasifikasikan metode menilai kualitas hadis menjadi tiga macam: naqlī, dirā’I dan naqlī dirā’i. Pertama, naqlī, yaitu menilai hadis dengan cara mengambil pendapat ulama hadis yang telah menilai hadis sebelumnya dan memilah antara hadis sahih dari hadis daif. Kedua, dirā’ī, menilai hadis dengan meneliti sendiri melalui sanad dan matannya berdasarkan kidah-kidah yang telah ditetapkan ulama. Terkhusus pada hadis- hadis yang belum dinilai oleh ulama sebelumnya. Ketiga, naqlī dirā’ī, yaitu menilai hadis dengan mengambil penilaian ulama sebelumnya dan menelitinya ulanag untuk mendapatkan penilaian yang lebih dalam.[12]

            Pada jilid pertama beliau membahas tentang cara menilai hadis berdasarkan penilaian ulama terdahulu yang disebut dengan metode naqlī. Buku-buku yang dijadikan rujukan adalah dikalsifikansikan kepada beberapa macam: (1) kitab-kitab hadis yang di dalamnya hanya menghimpun hadis-hadis sahih, (2) kitab-kitab sunan, (3) kitab-kitab yang sudah ditakhrij, (4) ensikopedia ulama hadis, dan (5) kitab-kitab rijāl al-ḥadīṡ.

            Pada jilid kedua beliau membahas tentang cara menilai hadis berdasarkan istilah dan kaidah yang telah ditetapkan ulama. Langkah-langkah yang dibahas adalah:

·         Memastikan identitas perawi hadis

·         Mengetahui kualitas perawi hadis

·         Mengenal kitab-kitab rijāl al-ḥadīṡ

·         Memastikam kebersambungan sanad.

Daf’u asy-Syubhāt

            Maksud dari kalimat ini adalah membantah pemikiran-pemikiran keliru baik berasal dari orang-orang dari luar Islam ataupun dari umat Islam itu sendiri yang terpengaruh dengan pemikiran luar. Pemikiran-pemikiran itu lahir ada kalanya berasal dari musuh Islam yang ingin merusak Islam dari sisi ilmu serta ajaran dan ada kalanya lahir disebabkan kebodohan umat Islam dalam memahami agama. Hadis tidak lepas dari syubhat-syubhat ini sebagaimana terjadi pada al-Qur’an dan disiplin ilmu-ilmu Islam lainnya. Tentunya ini sangat bahaya khususnya bagi orang awam..

            Abdul Muhid adalah salah satu dari sekian ulama yang fokus dalam membantah syubhat-syubhat seputar hadis baik di layar kaca salah satu siaran televisi di Mesir ataupun dalam buku-bukunya yang berjudul Daf’u as-Sunnah ‘An asy-Syubhat dan  al-Madkhal Ilā as-Sunnah an-Nabawiyyah: Buḥūts fi al-Qaḍāya al-Asāsiyyah ‘An as-Sunnah an-Nabawiyyah.

            Dalam kitab yang pertama beliau membagi syubhat-syubhat ini menjadi dua macam, yaitu syubhat-syubhat umum dan syubhat-syubhat khusus. Syubhat-syubhat umum terdiri dari delapan syubhat yaitu, syubhat bahwa al-Qur’an tidak memerlukan sunnah, sunnah ada sahih dan ada daif,  hadis ahad menujukkan sesuatu yang zan, sunnah ditulis setelah seratus tahu atau dua ratus tahun, sunnah adalah sebab terbelakangnya umat, Allah tidak menanggung penjagaan sunnah dan umat Islam tidak melakukan kritik sunnah

            Adapun syubhat-syubhat khusus sangat banyak, di antaranya adalah syubhat-syubhat pada sebagian hadis seperti hadis tentang Nabi Muhammad disihir, penyusuan orang yang sudah besar, habbah sauda’ dan malikat yang dipukul oleh Nabi Musa. Syubhat-syubhat ini juga ditunduhkan kepada para perawi hadis baik dari kalangan sahabat ataupun generasi setelah mereka. Seperti syubhat terhadap Abu Hurairah dan syubhat  terhadap imam Bukhari.[13]

Tahkik kitab hadis

            Ada sebuah kegiatan ilmiah yang disebuit dengan tahkik turas, yaitu  meneliti manukrip kitab turas yang ditulis oleh ulama dahulu aagr dapat dibaca dan dicetak sehingga bermanfaat untuk banyak orang. Kegiatan ini sekarang banyak dilakukan di universitas-universitas baik saat menyelesaikan tugas akhir tesis untuk strata dua ataupun disertasi pada strata tiga dalam ragam bidang keilmuan. Salah satunya adalah hadis.

            Abdul Muhdi memilih tahkik turas sebagai tugas akhirnya di strata tiga di Universitas al-Azhar. Beliau memilih manuskrip Musnad Ibnu al-Ja’ad.  Hasil  penelitaiannya ini diuji oeh Prof.Dr. Musa Syahin lasyin, Prof.Dr. Muhammad Sayyid Tantawi, dan Prof.Dr. Abu al-‘Ala. Selain mentahkik, Abd al-Muhdi menambahkan tulisan di awal kitab Musnad tentang biografi Ibnu al-Ja’ad yang berisikan identitas spribadi, proses menuntu ilmu, guru-gurunya, murid-muridnya, kedudukannya dan kualitas pribadi serta kapasitas keilmuannya di mata ulama jarah dan takdil. Kitab Musnad Ibni al-Ja’ad ini dicetak pertama kali oleh Dār al-Falāh Kuwait pada tahun 1986M.




Post a Comment

Previous Post Next Post